I. PENDAHULUAN
Bambu merupakan kelompok hasil hutan bukan
kayu (HHBK) yang potensial dapat mensubstitusi penggunaan kayu.
Keberhasilan bambu mensubstitusi kayu untuk bahan baku industri berbasis bahan baku kayu dapat dilihat dari beberapa
produk yang beredar di pasaran seperti sumpit
(chopstick), tusuk gigi (toothstick), particleboard, playbamboo dan gagang korek api.
Lebih
1.000 species bambu dalam 80 genera, sekitar 200 species dari 20 genera
ditemukan di Asia Tenggara (Dransfield dan Widjaja, 1995), sedangkan di
Indonesia ditemukan sekitar 60 jenis. Tanaman bambu Indonesia ditemukan di
dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian sekitar 300 m dpl. Pada
umumnya ditemukan ditempat-tempat terbuka dan daerahnya bebas dari genangan
air.
Tanaman bambu hidup merumpun, kadang-kadang
ditemui berbaris membentuk suatu garis pembatas dari suatu wilayah desa yang
identik dengan batas desa di Jawa. Penduduk desa sering menanam bambu disekitar
rumahnya untuk berbagai keperluan. Bermacam-macam jenis bambu bercampur ditanam
di pekarangan rumah. Pada umumnya yang sering digunakan oleh masyarakat di
Indonesia adalah bambu tali, bambu petung, bambu andong dan bambu hitam.
Seperti halnya tebu, bambu mempunyai ruas
dan buku. Pada setiap ruas tumbuh cabang-cabang yang berukuran jauh lebih kecil
dibandingkan dengan buluhnya sendiri. Pada ruas-ruas ini pula tumbuh akar-akar
sehingga pada bambu dimungkinkan untuk memperbanyak tanaman dari
potongan-potongan setiap ruasnya, disamping tunas-tunas rimpangnya.
Dalam penggunaannya di masyarakat, bahan
bambu kadang-kadang menemui beberapa keterbatasan. Sebagai bahan bangunan,
faktor yang sangat mempengaruhi bahan bambu adalah sifat fisik bambu yang
membuatnya sukar dikerjakan secara mekanis, variasi dimensi dan
ketidakseragaman panjang ruasnya serta ketidakawetan bahan bambu tersebut
menjadikan bambu tidak dipilih sebagai bahan komponen rumah. Sering ditemui
barang-barang yang berasal dari bambu yang dikuliti khususnya dalam keadaan
basah mudah diserang oleh jamur biru dan bulukan sedangkan bambu bulat utuh
dalam keadaan kering dapat diserang oleh serangga bubuk kering dan rayap kayu
kering (Alrasjid, 1983).
II.
PEMANFAATAN BAMBU
A. Pemanfaatan
Tanaman Bambu
1.
Akar
Akar Akar tanaman bambu dapar berfungsi
sebagai penahan erosi guna mencegah bahaya kebanjiran. Akar bambu juga dapat
berperan dalam menanganai limbah beracun akibat keracunan merkuri. Bagian
tanaman ini menyaring air yang terkena limbah tersebut melalui serabut-serabut
akarnya
2.
Batang
Batang
bambu baik yang masih muda maupun yang sudah tua dapat digunakan untuk berbagai
macam keperluan, namun demikian tidak semua jenis bambu dapat dimanfaatkan. Secara geris besar pemanfaatan batang bambu
dapat diglongkan kedalam dua hal yaitu:
1. Berdasarkan bentuk bahan baku, yaitu
a. Bambu yang masih dalam keadaan bulat,
umumnya digunakan untuk tiang pada bangunan rumah sederhana.
b. Bambu yang sudah dibelah, umumnya
digunakan untuk dinding rumah, rangka atap (yang terbuat dari ijuk atau
rumbia), simpit, kerajinan tangan dan lain sebagainya.
c. Gabungan bambu bulat dan sudah dibelah
serta serat bambu, umumnya digunakan untuk aneka kerajinan tangan, misalnya
keranjang, kursi, meja, dan lain-lain.
2. Berdasarkan penggunaan akhir yaitu untuk
konstruksi dan non konstruksi
3. Daun
Daun bambu dapat digunakan sebagai alat
pembungkus, misalnya makanan kecil seperti uli dan wajik. Selain itu didalam
pengobatan tradisional daun bambu dapat dimanfaatkan untuk mengobati deman
panas pada anak-anak. Hal ini disebabkan karena daun bambu mengandung zat yang
bersifat mendinginkan.
4. Rebung
Rebung,
tunas bambu atau disebut juga trubus bambu merupakan kuncup bambu muda yang
muncul dari dalam tanah yang berasal dari akar rhizom maupun buku-bukunya. Rebung merupakan anakan dari bambu, rebung
yang masih bisa kita konsumsi sebagai sayur berumur kerkisar 1-5 bulan. Rebung
dapat difanfaatkan sebagai bahan pangan yang tergolong kedalam jenis
sayur-sayuran. Tidak semua jenis bambu dapat dimanfaatkan rebungnya untuk bahan
pangan, karena rasanya yang pahit. Menurut beberapa pengusaha rebung bambu yang
rebungnya enak dimakan diantaranya adalah bambu betung
B.
Manfaat Bambu Secara Ekologi
Tanaman
bambu mempunyai sistem perakaran serabut dengan akar rimpang yang sangat kuat.
Karakteristik perakaran bambu memungkinkan tanaman ini menjaga sistem
hidrologis sebagai pengikat tanah dan air, sehingga dapat digunakan sebagai
tanaman konservasi.
Kerusakan
sumber daya alam di Indonesia telah melampaui ambang batas kerusakan dan
cenderung untuk menuju kepada kemusnahan fatal apabila tidak ada usaha
penanggulangannya yang berarti. Kawasan hutan seluas 122 juta ha tinggal
separuhnya akibat pembalakan liar, yang sampai saat kini belum ada
penanganannya secara tuntas. Akibatnya kita dapat merasakan sendiri malapetaka
bagi seluruh lapisan masyarakat seperti terjadinya banjir, longsor,
sendimentasi, pendangkalan sungai serta muaranya pada musim hujan serta
kekurangan air.
Environment
Bamboo Foundation mendapat laporan dari banyak negara bahwa debit air
meningkat setelah beberapa tahun ditanami bambu dan dalam beberapa kasus muncul
mata air baru. Tidak mengherankan mengingat bambu adalah tanaman C3 dan efektif
dalam konservasi air. Pepohonan rata-rata menyerap 35-40% air hujan; sedangkan
bambu bisa menyerap sampai 90%. Dengan
demikian fungsi bambu sangatlah banyak, diantaranya adalah.
1. Meningkatkan volume air bawah
tanah
2. Konservasi lahan
3. Perbaikan lingkungan dan
4. Sifat-sifat bambu sebagai bahan
bangunan tahan gempa, khususnya wilayah rawan gempa.
III.
BUDIDAYA BAMBU
A. Kesesuaian
Jenis Bambu Dengan Kondisi Lahan
Lahan
yang akan ditanami bambu dapat di lahan kering yang tidak pernah
tergenang air atau lahan basah yaitu
tanah-tanah yang sering atau sesekali tergenang air. Jenis-jenis yang harus di
lahan kering adalah dari kelompok Dendrocalamus dan Gigantochloa seprti bambu
petung (D. asper), bambu apus (G. apus), bambu legi (G.atter),
dan bambu surat (G. pseudoarundinacae). Sedangkan jenis-jenis bambu yang
dapat ditanam di lahan basah adalah kelompok Bambusa seperti bambu ampel gading
(B. vulgaris v. striata), bambu ampel hijau (B.
vulgaris v. vitata) dan bambu ori (B. blumeana).
Kelompok Bambusa selain dapat di tanam di lahan basah juga dapat ditanam di
lahan kering
( Sutiyono.
2005)
B.
Kesesuaian Jenis Bambu Dengan Iklim
Mempertimbangkan
iklim dalam memilih jenis bambu yang akan diusahakan sangat penting.
Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson dikenal iklim dengan
tipe-tipe hujan A, B, C, D, E, dan F. Makin basah iklim (A) makain banyak jenis
bambu yang dapat dipilih dan sebaliknya makin kering (F) makin berkurang jenis
bambu yang dapat dipilih. Iklim yang cocok untuk mengusahakan bambu adalah tipe
iklim hujan A dan B dimana semua jenis bambu dapat tumbuh. Sedangkan pada tipe
iklim C dan D atau lahan marjinal yang sering kenjiran/tergenang air sebaiknya
ditanam jenis-jenis bambu ampel kuning (B. vulgaris v. striata),
bambu ampel hijau (B. vulgaris v. vitata) dan bambu ori (B.
blumeana),
IV. PEMANENAN
Tanaman bambu di Indonesia merupakan
tanaman bambu simpodial, yaitu batang-batangnya cenderung mengumpul didalam
rumpun karena percabangan rhizomnya di dalam tanah cenderung mengumpul
(Sindusuwarno, 1963). Batang bambu yang lebih tua berada di tengah rumpun,
sehingga kurang menguntungkan dalam proses penebangannya.
Metode pemanenan tanaman bambu adalah
dengan metode tebang habis dan tebang pilih. Pada metode tebang habis, semua
batang bambu ditebang baik yang tua maupun yang muda, sehingga kualitas batang
bambu yang diperoleh bercampur antara bambu yang tua dan yang muda. Selain itu
metode ini juga menimbulkan pengaruh terhadap sistem perebungan bambu, sehingga
kelangsungan tanaman bambu terganggu, karena sistem perebungan bambu
dipengaruhi juga oleh batang bambu yang ditinggalkan. Pada beberapa jenis
tanaman bambu metode tebang habis menyebabkan rumpun menjadi kering dan mati,
tetapi pada jenis yang lain masih mampu menumbuhkan rebungnya tetapi dengan
diameter rebung tidak besar dan jumlahnya tidak banyak (Sindusuwarno, 1963).
Metode tebang pilih pada tanaman bambu
adalah menebang batang-batang bambu berdasarkan umur tumbuhnya. Metode ini dikembangkan
dengan dasar pemikiran adanya hubungan batang bambu yang ditinggalkan dengan
kelangsungan sistem perebungan bambu.
Penelitian tentang hubungan sistem
penebangan dengan perebungan telah dilakukan oleh Sudiono dan Soemarna (1964).
Penelitian dilakukan pada hutan bambu tanaman dengan mengklasifikasikan
batang-batang bambu ke dalam generasi-generasi yaitu : generasi I (berumur 3 -
4 tahun), generasi II (berumur 2 - 3 tahun), generasi III (berumur 1 - 2 tahun)
dan generasi IV (berumur 0 - 1 tahun). Pengklasifikasian ini tidak menyertakan
batang dalam suatu rumpun yang lebih dari 4 tahun, karena umumnya batang bambu
pada umur tersebut sudah ditebang karena sudah masak tebang. Informasi yang
diberikan adalah bahwa sistem tebang pilih yang disarankan untuk dilakukan
adalah yang pertama menebang semua batang generasi I, kedua menebang batang
generasi I + II + III dan yang ketiga menebang semua batang generasi I + II.
Selain
itu perlu diperhatikan bahwa metode penebangan bukan merupakan satu-satunya
faktor yang menentukan perebungan suatu tanaman bambu, melainkan dipengaruhi
juga oleh banyaknya batang yang ditinggalkan pada tiap rumpun. Batang yang sebaiknya ditinggalkan dalam
suatu pemanenan adalah generasi II, III dan IV dari suatu rumpun yang dipanen,
dengan perbandingan generasi IV lebih banyak yang ditinggalkan daripada
generasi lainnya.
PENUTUP
Bambu merupakan kelompok hasil hutan bukan
kayu (HHBK) yang potensial dapat mensubstitusi penggunaan kayu.
Keberhasilan bambu mensubstitusi kayu untuk bahan baku industri berbasis bahan baku kayu dapat dilihat dari beberapa
produk yang beredar di pasaran seperti sumpit (chopstick),
tusuk gigi (toothstick), particleboard, playbamboo dan gagang korek api.
Penelitian
pengolahan bahan bambu yang telah dilaksanakan umumya mempunyai tujuan
meningkatkan kualitas bahan bambu menjadi lebih baik. Bahan bambu diharapkan
mempunyai umur pakai yang lebih lama, kualitas pengerjaannya yang lebih bagus
dalam penggunaannya sebagai bahan konstruksi mampu memenuhi standar kekuatan
yang diperbolehkan sebagai bahan kerajinan, diharapkan bahan bambu menjadi
barang kerajinan yang mampu memenuhi selera konsumen diantaranya awet dan tidak
mengkerut. Selain itu, dengan adanya proses pengawetan dan pengeringan yang
optimal diharapkan mebel dengan bahan bambu juga mampu memenuhi keinginan
konsumen, terutama dalam hal umur pakai dan kekuatannya.
DAFTAR PUSTAKA
Alrasjid, H. 1983. Pengaruh pemupukan nitrogen, phosphor, kalium
terhadap pertumbuhan dan kualitas pulp bambu duri (Bambusa bambus) di
kleompok hutan Turaya (Borissallo), Sulawesi Selatan. Kerjasama Balai Penelitian Hutan Bogor – PT Pupuk Sriwidjaja.
Sutiyono.
2005. Menanam bambu untuk bahan bangunan. Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Perbambuan di Indonesia. Pusat
Studi Ilmu teknik, UGM, Yogyakarta. hal. II.53-II.62.
-----------.
2010. Aspek-aspek silvikultur dan budidaya bambu peting (Gigantochloa levis Blanco.). Pros.Semnas. Kontribusi Litbang dalam
Peningkatan Produktivitas dan Kelsetarian Hutan. Pusat Litbang
Peningkatan Produktivitas Hutan. Hal 255-260.
-----------.
2010. Karakteristik batang enam jenis bambu industri. Pros.Semnas. Kontribusi Litbang dalam Peningkatan
Produktivitas dan Kelsetarian Hutan. Pusat Litbang Peningkatan Produktivitas
Hutan. Hal 249-254.
Sutiyono dan
Marfu’ah Wardani. 2008. Budidaya bambu surat (Gigantochloa pseudoarundinacae
(Steudel Widjaja). Proseding Gelar
Teknologi Pemanfaatan Iptek Untuk Kesejahteraan Masyarakat. Pusat
Litbang Hutan dan Konservasi Alam Bogor. hal. 167-178. Proseding Gelar
Teknologi Pemanfaatan Iptek Untuk Kesejahteraan Masyarakat. Pusat Litbang
Hutan dan Konservasi Alam Bogor. hal. 189-204.
hai kakak?
ReplyDelete